Minggu, 08 Januari 2017

BONDING ANAK TERLALU ERAT: PILIH BEKERJA ATAU DI RUMAH?




Bimbang...

Sejak memiliki Dova, hati saya mulai bimbang, apakah akan terus bekerja, ataukah murni menjadi ibu rumah tangga.

Become a nurse and lecturer or... a mom?

Menjadi seorang perawat dan dosen adalah cita-cita saya sejak kuliah. Saya sangat menikmati kegiatan belajar, mengajar, dan merawat klien sampai kondisinya baik. Apalagi saya melewati proses pendidikan yang tidak mudah. Sepuluh tahun waktu yang harus saya bayar untuk menyelesaikan pendidikan Ners karena saya kuliah sambil bekerja. 

Belum lagi dukungan orang-orang yang selama ini sangat mendukung saya untuk terus sekolah. Membayangkan wajah mereka yang telah banyak membantu saya, rasanya saya tidak tega jika harus mengendapkan ilmu yang telah ditimba dengan susah payah begitu saja. Sebaik-baiknya ilmu adalah yang diamalkan, demikian kira-kira prinsip saya.

Menjadi seorang ibu adalah juga cita-cita saya sejak lama. Jauh sebelum saya bercita-cita menjadi perawat dan dosen. Di usia tiga puluh tahun barulah saya berkesempatan menjadi seorang ibu. Itu pun diawali dengan serangkaian proses yang juga tidak mudah. Keguguran dan berbagai gangguan saat kehamilan, sempat mewarnai perjalanan saya mendapatkan Dova, putri saya.

Diawal kelahiran Dova, sayalah yang mengurus segala keperluannya...

Tidak ada orang lain sama sekali yang membantu. Kebetulan ibu saya juga baru selesai dirawat di rumah sakit karena serangan jantung. Sehingga sayalah satu-satunya orang yang setiap hari menggendong, memandikan, memakaikan baju,  mengganti popok, menyusui, menemaninya tidur, dan mengajaknya bermain. 

Kemudian, pengasuh datang silih berganti...

A yang ingin gaji besar

Sewaktu Dova berusia 1,5 bulan, saya mempekerjakan seorang tetangga, sebut saja A, untuk menjaga Dova saat saya bekerja paruh waktu. Saya meninggalkan Dova sekitar 2-6 jam perhari untuk bekerja. Dengan diawasi keluarga tentunya. 

Mengapa saya harus tetap bekerja? Karena saya memiliki tanggung jawab finansial yang tidak kecil. Sedangkan suami saya, memiliki tanggungan finansialnya sendiri, yang juga tidak kecil. 

Sampai suatu hari, saat Dova berusia 11,5 bulan, A mengundurkan diri, karena ia lebih tertarik bekerja di tempat lain dengan gaji yang lebih besar.

B yang penuh masalah

Kemudian saya mencari pengasuh pengganti. Orangnya sudah agak tua, sebut saja B, punya riwayat sakit berat, dan kelihatan tidak antusias bekerja. Dari hasil wawancara, saya dapatkan informasi bahwa ia datang ke sini hanya untuk menghilangkan trauma. Waduh... kalau begitu dia sendiri memiliki gangguan fisik dan jiwa, bagaimana mungkin dia bisa merawat anak saya dengan baik?

Dova juga kelihatan sangat tidak nyaman berada dalam gendongannya. Ia selalu menangis keras sampai berjam-jam tiap kali saya tinggal bekerja. Jujur saja saya sangat tidak tega melihat Dova demikian. Saya pun memberhentikan B, karena khawatir dengan perkembangan jiwa anak saya kalau terus-terusan menangis dan tertekan.

C yang keras kepala

Tidak lama setelah itu, datang C, gadis muda, yang kelihatannya baik. Dova juga tidak mau diasuh oleh pengasuh barunya ini. Tiap kali saya berangkat bekerja, selalu menangis berjam-jam seperti sebelumnya. Alhasil C lebih banyak menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dari pada mengasuh anak.

Akhirnya saya pun memberhentikan C. Selain karena Dova tidak mau diasuh oleh orang lain, C juga termasuk pekerja yang keras kepala. Dia sering tidak menuruti aturan yang saya berikan dan lebih suka mengasuh Dova dengan caranya sendiri. Bagi saya ini sangat berbahaya. Belum tentu pola asuh yang dia terapkan itu baik bagi anak saya, dan walau bagaimana pun saya adalah ibunya, tentu sayalah yang paling berhak mendesain anak saya, bukan orang lain.

Lelah...

Sekian kali mendapatkan pengasuh yang tidak cocok di hati dan tidak setia, membuat saya malas untuk mencari pengasuh lagi. Saya tidak mau berjudi dengan nasib Dova dengan menyerahkannya pada orang lain yang tidak kompeten. Ditambah lagi Dova adalah tipe anak yang tidak bisa lepas sama sekali dari ibunya. Jangankan orang lain, ayah atau kakek-neneknya sekali pun tidak bisa mengambil alih selama saya ada dalam penglihatannya. Dia pasti lebih memilih untuk selalu bersama saya.

Kakek nenek? Hmm... No.

Menitipkan Dova pada kakek-neneknya atau orang tua saya, memang bukan rencana saya dan suami sejak awal. Kami berprinsip, orang tua saya dahulu telah lelah mengurus saya dan adik-adik. Jadi biarlah sekarang beliau menikmati hari tuanya tanpa perlu direpotkan oleh masalah pengasuhan cucu. Pengasuhan Dova mutlak menjadi tanggung jawab kami orang tuanya. Walaupun sebenarnya orang tua saya senang-senang saja kalau dititipi cucunya, tetapi saya tahu diri, orang tua saya sudah tidak muda lagi, sudah kurang bertenaga untuk menghadapi aktifnya balita. Riwayat penyakit orang tua saya (hipertensi, vertigo, diabetes, serangan jantung, dan gangguan ginjal) juga cukup menjadi alasan untuk tidak menitipkan Dova pada kakek neneknya.

Daycare adalah harapan terakhir saya...

Kalau pun saya harus menyerahkan Dova pada pihak lain selama saya bekerja, pihak lain itu haruslah daycare profesional, daycare yang berbasis keperawatan. Berhari-hari, berminggu-minggu saya searching di internet, tanya sana-sini, tak ada daycare yang saya maksud. Rata-rata daycare yang beroperasi di sekitar tempat tinggal saya atau bahkan di Indonesia, adalah daycare yang konsepnya adalah sekolah (PAUD), namun memanjang jamnya hingga ada waktu makan dan tidur.

Sedangkan daycare yang saya inginkan adalah daycare yang dikelola oleh perawat. Dimana saya akan mendapat jaminan bahwa nutrisi anak saya terjaga, tidurnya berkualitas, bermain edukatif, ada perawat yang penuh kasih sayang menemani dan membujuk disaat rewel atau tantrum, jaminan penjagaan jika anak sakit ringan. Ada laporan tentang activity daily living anak saya setiap hari. Apakah makannya habis atau tidak, berapa kali ia BAK-BAB, bagaimana konsistensinya, apakah keras atau mencret, apakah tidurnya terganggu, dan seterusnya. Lebih ke perawatan dan pemeliharaan anak, bukan pendidikan. Meskipun dalam perawatan tetap ada aspek pendidikannya. 

Berhubung sampai sekarang saya belum menemukan tipe daycare seperti yang saya inginkan, maka sampai sekarang saya dan suami masih bergantian mengasuh Dova. Kebetulan suami bekerja online dari rumah, dan saya bekerja paruh waktu. Jadi walaupun agak pontang-panting, sampai saat ini kami masih bisa menangani sendiri. Atau kalaupun ada daycare seperti yang saya maksud, belum tentu juga Dova mau ditipkan disana, mengingat karakter Dova yang bondingnya dengan saya terlalu erat. 

Masa depan karir saya...

Masalah mungkin akan muncul manakala saya berniat mengambil pekerjaan purna waktu. Yaitu dengan menjadi perawat atau dosen sesuai cita-cita saya. Siapkah Dova berpisah dengan saya seharian setiap harinya? Belum lagi dinas malam yang harus saya jalani kalau saya menjadi perawat. Membayangkan kemungkinannya saja, amat mudah bagi saya untuk menebak, bahwa akan sulit bagi Dova untuk berpisah dengan saya. 

Bagaimana mungkin saya bisa berkonsentrasi merawat pasien kalau anak saya sendiri tersiksa ditinggal ibunya bekerja. Bagaimana mungkin saya merawat orang lain sedangkan anak saya sendiri butuh perawatan di rumah. Bagaimana mungkin saya membimbing mahasiswa di kampus sedangkan anak saya di rumah menangis terlantar tanpa bimbingan.

Maka atas dasar inilah akhirnya saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Setidaknya untuk sementara waktu, sampai anak saya bisa diberi penjelasan, dan akhirnya bisa ditinggal bekerja. Entah kapan hal itu bisa terwujud...

It's about responsibility as a mom...

Yang jelas, sebagai seorang ibu yang dahulu berdoa kepada Allah memohon-mohon kehadiran anak, maka sudah seharusnya sekarang saya mempertanggung jawabkan amanah yang telah diberikan Allah kepada saya. Cita-cita saya biarlah mengalah dulu untuk sementara waktu. Kelak akan ada waktunya saya kembali mengejar cita-cita, tanpa mengorbankan sang buah hati belahan jiwa.

Kini telah 2,5 tahun saya menikmati profesi yang kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya tidak, ibu rumah tangga. Saya menjadi perawat dan guru bagi anak saya di rumah. Untuk mengobati kerinduan saya akan bidang yang saya cintai, keperawatan dan pendidikan, saya kerap mengisi waktu dengan membaca, menulis, dan mengajar privat anak-anak sekolah di dekat rumah. 

The conclusion is...

Hidup adalah pilihan. Setiap pilihan punya risiko. Saya mengambil pilihan yang kemungkinan risikonya paling kecil dampaknya bagi anak saya. Mudah-mudahan pilihan saya tidak salah.


8 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teh Keke kumaha damang?... makasih ya sudah berkunjung

      Hapus
  2. Terimakasih sudah berkunjung. Silakan tinggalkan komentar.

    BalasHapus
  3. Nice article vira...
    You're talented
    Proud of you...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you Teh Keke... Love you Sist... makasih udah mampir

      Hapus
  4. Nice article vira...
    You're talented
    Proud of you...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you, Teh Keke...

      Mampir lagi ke blog Vira ya, Teh...

      Hapus
  5. JTG - Casino Jobs, Employment | Jackson County, MS
    JTG jobs, Employment in 서울특별 출장마사지 Jackson County, MS. Find your next job 의정부 출장마사지 title. JTG is the 여주 출장안마 newest 출장샵 job site. 목포 출장샵 Start now!

    BalasHapus